Affan Abdul Malik, begitulah nama panjang dari nama Kyai kharismatik Pendiri dan Pengasuh pertama Pondok Pesantren Bustanul Ulum di kawasan Pantai Selatan Lumajang perbatasan Jember, tepatnya di Desa Krai Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang. Beliau dilahirkan di Pulau Garam Madura tepatnya di Dusun Kembang Kuning Desa Lancar Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Madura pada tahun 1944. Beliau dilahirkan dari keturunan ulama ternama yaitu  K. Abdurrahman Kakek Dari KH. As'ad Syamsul Arifin (Sukorejo), putra ke 4 dari pasangan KH. Lazim/KH. Abdul Malik dan Nyai Maliha. KH. Lazim memiliki 4 putra dan 2 putri, putra-puteri beliau adalah Nyai Fatimah (Bidung Banyuputih Situbondo), KH. Muhtadi (Kembang Kuning Pamekasan), KH. Anas (Sumber Wringin Jember), KH. Affan (Krai Yosowilangun Lumajang), Nyai Faiqoh (Ganding Sumenep), dan KH. Abd. Hafid (Suger Jember).
          Perjalanan hidup beliau sejak kecil telah hidup di lingkungan pesantren, lahir dilngkungan pesantren dimana tempat Ayahanda beliau tinggal yaitu di Pesantren Kembang Kuning, memberikan kesan tersendiri bagi Affan kecil sehingga memiliki pondasi keagamaan yang kuat.
          Kemudian pada umur 3 tahun, Affan Kecil di asuh oleh kakak tertua beliau yaitu Nyai Fatimah istri dari KH. Moh. Thoha yang dijuluki sebagai Syeh Thoha dan di angkat anak. Sejak diasuh oleh Nyai Fatimah, KH. Affan memanggilnya Ummi dan hidup bersama beliau di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo Hingga Lulus MADIN Ula. Sejak saat itulah beliau mulai mendalami berbagai ilmu di Pesantren Sukorejo dan berguru langsung kepada KH. Moh Thoha dan KH. As’ad Syamsul Arifin. Setelah lulus dari Madarasah Diniyah di Sukorejo beliau mulai belajar di Pondok Pesantren Sidogiri ± selama  6 bulan dikarenakan beliau sering tidak sehat, kemudian kembali ke Sukorejo.
         Sekitar 2 tahun sebelum menikah beliau kembali ke Pesantren Sidogiri.  setelah lulus dari Pesantren Sidogiri beliau diperkenalkan kepada Putri KH. Abdullah Yaqien Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Jember yaitu Nyai. Azimah Abdullah oleh Alm. KH. Abdusshomad (Pesantren Darussalam Jember) selaku Paman Beliau dan kemudian dinikahkan oleh Nyai Fatimah pada Tahun 1971 M.
       Setelah menikah KH. Affan mulai membantu Pesantren Milik Mertuanya di Mlokorejo. Beliau sangat istiqomah dan sabar, beliau juga dikenal sebagai peringai yang Ikhlas serta berdedikasi besar untuk perjuangan Islam. Beliau juga tercatat pernah mengabdi beberapa tahun di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo.
           Pada tahun 1970-an akhir beliau mulai banyak ditawari tanah-tanah wakaf di beberpa tempat di Jember dan Lumajang. Tercatat terdapat 7 tempat yang ditawarkan. Akan tetapi pada tahun 1980 mulai menemukan pandangan dari hasil istikhoroh panjangnya dan memilih untuk Hijrah ke tanah Krai Yosowilangun. Dengan beberapa bantuan dari beberapa Alumni santri Kembang Kuning dan Mlokorejo dan pemilik Tanah beliau mulai membabat tanah yang awalnya adalah kebun Tembakau dan tanaman palawija.
          Beliau hijrah hanya berbekal 2 pasang baju, yaitu 1 digunakan untuk keseharian dan 1 pasang sebagai ganti untuk beribadah beliau mulai berjuang Menyiarkan islam di tanah Yosowilangun. Dengan berbekal Ilmu Allah, kesabaran dan ketekunan beliau mulai menyiarkan ayat-ayat ilahi kepada Masyarakat Krai yang dikenal sebagai tempat para perampok, penjudi, dan tidak adanya orang yang menegakkan Agama Allah di daerah tersebut.
          Pada tahun 1983 beliau mengajak istri dan beberapa santri senior laki-laki dan perempuan dari Pesantren Kembang Kuning dan Mlokorejo sebanyak ±10 orang untuk membantu dan berjuang Amar Makruf  Nahi Mungkar di tanah krai serta mendirikan Pesantren Bustanul Ulum Krai Yosowilangun.
         Saat ini sangat jelas jejak bekas perjuangan beliau di Pesantren Bustanul Ulum, tercatat saat ini Santri Bustanul Ulum memiliki ± 500 santri menetap dan lebih dari 1.000 santri yang sekolah di Bustanul Ulum Krai. Terdapat beberapa Lembaga dari TPA (Taman Pendidikan Al-qur’an), Madrasah Diniyah ula dan Wustho, RA (Raudlatul Atfal), MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), MA (Madrasah Aliyah) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Bustanul Ulum, hingga beberapa lembaga nonformal yaitu Lembaga Pendidikan Bahasa Asing (LPBA), Mushabaqoh Qiro'atul Kutub, kajian kitab kuning dan lain sebagainya.
          KH. Affan Abd. Malik Wafat diusia 65 pada hari Jum’at tanggal 05 Jumadil Awal 1430 H atau tanggal 01 Mei 2009 tepat ketika Adzan Isyak di kediaman beliau ketika senja itu. Langit mulai meredup ikut berduka dikala itu. Semoga amal ibadah perjuangan beliau diterima dan segala dosanya diampuni oleh Allah SWT dan semoga para santri dapat menapaki jejak beliau untuk ikut berjuang dan selalu dalam Lindungan-Nya. Amin. 

Sumber. Hasil Wawancara dari Nyai Fatimah dan Ahlul Bait
keidupanmu....
tak lebih dari daun itu..
entah akan dari mana angin akan menghembusmu..
tak tahu badaikah atau apa nantinya....


kehidupanmu...
sebutir kapas dekat api dan lautan...
terendam, terbakar.. atau diam............?????

kehidupanmu...
serpihan ombak yang menghempas dinding bersuara gemuruh
dinding-dinding selalu bersahutan karena ulahmu...

kehidupanmu...
adalah bunga mekar tanpa suara
indah terlihat kelopak berwarna pada gaun

kehidupanmu....
tak lebih sebutir boneka..
tak tahu tuannya tuk meminta lebih..

kehidupanmu..
adalah karyaku dipena tulismu
tak berarti berarti

19 JANUARI 2013 14.40
IN LUMAJANG CITY
menggetarkan jiwa, itu yang kurasa
seperti guntur yang menggugah rasa,
air mata tak bisa tertahan jua
bukan sedih, tapi bergetar......
bergetar oleh semangat juang engkau, abah....
apa jiwaku bisa berjuang, apa ragaku bisa juga???
Allahu Akbar..........3x
gelora jiwamu mengalir juga pada darahku
Dari jiwa muliau tanpa takut mati terus berjuang
sakit menjadi bumbu raga perjuangan
tersiksa menjadi bagu kehidupan
tanpa risih Kau bertasbih di jalan jubah hijaumu
apa aku sebagai santrimu saat ini juga bisa, ya ilahi...
astaghfirullahal adzim.....
jari-jarimu berdarah kyai... jari-jarimu berdarah kyai.....
aku rindu engkau ya murabbi, ya syaikhu.... ya allama....
tuturmu menyejukkan... fatwa dangat kami nantikan....
ya murabbi..... engkau lantunkan dendang takbir di resolusi jihat
engkau bangunkan bung tomo dalam teduhmu yang tak langsung...
aku rindu engkau ya murabbi, ya hasyim...
kerendahan hati sang lautan biru
menyemangati purnama kelabu
berseri bahkan saat dunia mulai sendu
menari bersorak ria bersihkan kabut senja petang itu

aku ingin ombak itu,
tenang menenangkan dengan birunya
bergemuruh ramai menyepikan resah
terhempas menyapu penat dunia

meski terkadang menerjang kuat,
"byuuuurrrrrrr!!!"
seakan bersoraak semangat
ikhtiar hidup tak bisa diraih hanya dengan bersenggama dengan diam tanpa hasrat
terus berganti melalui lagu rindu putaran ombak itu

tenang, melambai, deras, menerjang
pasang surut
lautan menjadi surga pandangan
surga filosofis kehidupan
"pernah kudengar, belajarlah dari laut"
dari menrima hingga merasa
sang ombak biru kehidupan
mengekspos kita dalam sebiji garam-Nya

surga mataku
melihat biru berselendan putih
mengaji untuk dunia
berdzikir karena rasa
Biarkan aku berbicara dalam bisu
ucapan yang ku ucap dengan qalbu

biarkan aku berbicara dalam bisu
gumam tak henti tentangmu di hatiku

biarkan aku berbicara dalam bisu
kata yang tak bisa ku ucap untukmu

biarkan aku berbicara dalam bisu
mungkin aku pengecut, tapi biarlah ini hatiku

biarkan aku berbicara dalam bisu
sakit terasa hanya berbicara dengan hatiku saja tanpa dirimu

biarkan aku berbicara dalam bisu
kagumanku hanya menjadi pelangi dimataku
silauan saat aku mendekat padamu membuat aku kembali bisu
bersama lelah dan juang yang aku usahakan dulu

biarlah aku berbiacara dalam bisu
sesak tak memandang malam senja
kesepian akanku sendiri membuat aku bergumam
apa aku harus bicara padamubiarlah aku bicara
tapi aku hanya batu

biarkan aku bicara
tapi aku tahu kamu tak inginku, itu fikirku

biarlah aku kembali bisu
karena tak mungkin batu akan menyapa bintang yang berkilau
Rasulku, maaf aku egois menyebutmu
sendu suaraku tak indah tuk melafal namamu
tak seharmonis panggilan as-Siddiq padamu

Rasulku, aku rindu "mungkin"
karena rinduku hanya tentang saat-saatku saja
Tak seperti Khumairo yang selalu merindumu

Rasulku, Aku tak selalu setia padamu
sebabku sering berpaling padamu, berbakal kemunafikan diri yang melekat
tak seperti Khatijah yang selalu setia disampingmu

Rasulku, aku tak tahu wajahmu
tak pernah melihatmu sering ku lupa akanmu
tak sebanding al-Bushiri menyebut-mengingatmu

Rasulku, seperti apa yang kau maksud umatmu itu
umat yang kau akan suguhkan anggur syafaat
sebab aku sering bisu akan sholawat yang kau suruh

Rasulku, ku ingin selalu menyebutmu
seperti shabat-sahabat yang rela mati untumu
menangis selalu untuk kau kasihi
terpisahkah aku ya Rasul walau bukan sahabatmu?

Rasul, aku buta akanmu
ku hanya menangis di suara merdu ucapan namamu dalam syair-syair itu

Rasulku, aku tak tahu
jiwa-jiwamu, jiwa-jiwa kita
terbakar karena amarah tek tentu arah
siapa dia siapa kamu
melupakan rasa yang berlalu

tertekan karena ego jiwa
amarah membutakan rasa
menutup jalan halus menuju berlobang
menetapkan dengn maslahat sejenak tanpan berdzikir lalu berfikir

Jejak telah berbicara
dari sang nabi, sahabat lalu para ulil amri
daptkah kita belajar
atau hanya mengulang kembali kesalahan sejarah

ya akhi...
sesama muslim adalah bersaudara
dan kita adalah orang indonesia yang telah muslim
berbudaya, berpendidikan dan semangat kekeluargaan untuk bersama
saat gundahku terukir tanpa kutahu
beserta gelisah yang mulai menggerogotiku
dari jiwa kotor dan basah
mengusik senyum dan rindu
menyusuri ruang hampa "fitnah"

bersama semesta
mulai merasa dan tak mengerti
belajar untuk memahami
berkarya untuk menelaah diri
ingin bersandar untuk memberi arti

keributan tersenyum manis
lingkungan mulai menyapa sinis
tak henti aku berbisik
"kenapa begini?"
"lalu bagaimanakah seharusnya?

sahabat mulai tak mengerti
perjuangan mulai menjadi banci
kehidupan terasa berhenti
nafas mulai mengepul parasit
pandangan menjadi gelora hitam dari cahaya gelap

aku sunyi
dengan hamparan dunia ini

nafas indah dimatamu
mencerminkan garis-garis kalbu
saat ditanya tentangmu
seperti apakah akhlak kekasihku itu
akhlaknya adalah al-Qur'an dan nafasnya adalah Murabbi untuk Islam
merindu bukan lagi bait kata pujaan untuknya
tapi ku ingin memelukmu dalam anganku dan sholawatku
ya Nabi, Ya Thoha
dengan rindu samar yang terkadang muncul
tangisanku mulai mengujur relung-relung darah yang terbersit
sedikit, tapi mulai jelas
tetapi kadang sering terbawa angin entah kemana
semoga tak menghilang karena aku fana yang mudah terlena
teringat sejarah pada perpisahan itu
dengan haji yang kau sempatkan ketika sakitmu
Engkau berpesan, engkau berdoa untuk ummatmu
bahkan dengan tawaran untuk kau segera diganjar jika terdapat titik noda yang melukai kaummu
ya Nabi, apakah aku bisa mencium harumnya kemuliaanmu itu?
rinduku tak tertahan dengan tangisan Hampa yang terasa di relung jiwa
entah apa saja yang telah kau curahkan
Nur mu juga mengalir pada kami
menyinari kami tapi kami mulai mengotorinya dengan hampa fana dan fitnah
ingin ku baca lagi sabda sejukmu
ingin ku rapikan ilmu tentangmu
inginku jalan dengan jalan yang Kau telah tunjukkan
berilah aku ini kesempatan dan fikir untuk mendekat
pada pelukan di akhir dunia ini
semangat menulisku mungkin telah runtuh bersama waktu
serasa kehidupan tak ada kerja dalam tempurung kotak putih
dari jendela kamarku yang menyempit terkadang,
menyisakan semangat setitik asa ketika ku lihat dari sana
mungkin tak seberapa dari lingkup lainnya,
tak ada kerja, merasakan lelah berfikir atau merasa berfikir itu lelah. entahlah,
kalau bikan hujan yang memberiku semangat siang itu.
mungkin ak perlu bersyukur dengan keadaanku sekarang, agar aku bisa berfikir dan tahu betapa menderitanya tidak memiliki kegiatan, kelabu fikir akan mulai mengkabut dan hitam nantinya.
******

kalau bukan karena sebelum gerimis itu, mungkin aku tetapa dengan dirimku yang enuh dengan kemunafikan diri, tak sadar kan diriu sendiri, atau hanya menjadi Tuhan dengan membenarkan tingkahku.

terima  kasih mungkin, atau entahlh Rasa syukur dan semangat untuk menulis kembali mungkin ucapan yang terbaik untuk adikku zyadah.

******

hujanpun turun mungkin sebagai bertanda aku harus mulai menyiram kembali fikirku ke dalam kertas dan tulisan atau secercah kisah dan syair rindu akan berijtihad dengan tinta.

dari jendela mulai kutarik nafas dengan mata memandang rumput dan padi hijau yang menari bersama hujan siang ini,

terima kasih dunia, malas, cinta, hasrat, juga rindu dan semua lamunan dan fikirku ini
******

hujan kau memberikan setetes rindu dan kesegaran fikir kusamku,
jazakumullah khair